KETIKA PEMUDA MENJADI KEKUATAN BANGSA
Presiden RI pertama Indonesia, Ir. Soekarno pernah berkata, "beri aku sepuluh pemuda, maka akan aku guncang dunia." Dari kutipan tersebut dapat dimaknai bahwa pemuda sangat berperan penting dalam membangun negeri. Pemuda sebagai penerus generasi bangsa yang berada pada tahap progresif dan dinamis harus mampu membangun negeri dengan baik. Peran pemuda tidak terlepas dari salah satu elemen pembangunan, yaitu pendidikan, khususnya pendidikan formal. Pemuda yang sedang dalam proses menimba ilmu dan terdaftar pada salah satu pendidikan tinggi disebut mahasiswa.
Edward Shill mengkategorikan mahasiswa sebagai lapisan intelektual yang memiliki tanggung jawab sosial yang khas. Shill menyebutkan fungsi kaum intelektual yakni mencipta dan menyebar kebudayaan, membina keberdayaan, dan mempengaruhi perubahan sosial. Tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan berpikir, berpikir kritis, cepat dan tepat dalam bertindak merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa. Hal ini merupakan prinsip yang saling melengkapi. Menurut Yusuf (2012: 27), seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan dengan rentang usia 18-25 tahun. Tahap ini digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal. Tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup.
Seperti disebutkan sebelumnya, peran mahasiswa yang terwujud dalam gerakan mahasiswa merupakan kegiatan mahasiswa dalam rangka kemampuan berorganisasi, mengasah kepandaian mereka dalam kepemimpinan, dan upaya untuk membangun negeri. Mahasiswa sebagai wadah pemikiran demi kemajuan masa depan bangsa, dituntut untuk mempunyai pemikiran yang bersifat menyeluruh dengan mempertimbangkan segala aspek (holistik) dan ofensif demi masa depan Indonesia yang lebih baik. Sebagai agent of change, mahasiswa merupakan ujung tombak pembangunan masa depan bangsa. Hal ini tercermin dari ide, gagasan, dan karyanya dalam pembangunan nasional. Sejak masa perjuangan hingga sekarang, sejarah mencatat bahwa pemudalah yang membangun dan membawa perubahan global secara kritis, aktif, inovatif, dan berkemampuan multi disiplin ilmu dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bekilas kembali pada sejarah, tanggal 30 April 1926, para pemuda mengadakan Kongres Pemuda I di Jakarta. Kongres tersebut menghasilkan keputusan untuk mengadakan Kongres Pemuda II yang akhirnya terlaksana pada 27-28 Oktober 1928. Dalam kongres tersebut kemudian disepakati tiga keputusan pokok, salah satunya yaitu menetapkan ikrar pemuda Indonesia yang isinya: 1) mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia; 2) mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia; dan 3) menjunjung bahasa yang satu, bahasa Indonesia. Hasil tersebut menjadi pondasi bagi persatuan Indonesia.
Berdasarkan sejarah, pemuda merupakan unsur esensial dalam suatu gerakan perubahan. Karena di dalam jiwa pemuda terdapat pengorbanan demi cita-cita. Mengutip dari sebuah jurnal Bram Widyanto, di dalam diri pemuda terdapat api idealisme yang tidak memungut balasan. Di dalam diri pemuda terdapat semangat yang terus membara. Bersama pemuda, kapal yang bernama Indonesia akan ditentukan maju, diam, atau tenggelam.
Namun, dari segala upaya yang dilakukan pemuda dan mahasiswa terdapat tantangan tersendiri yang tidak pernah berhenti. Dari dalam negeri, Indonesia mengalami krisis kepemimpinan. Sebagai negara demokrasi hal ini tidak perlu terjadi, karena dalam negara yang menganut sistem demokrasi, pemimpin seharusnya diciptakan melalui proses regenerasi bukan didominasi oleh satu kaum saja. Satu dari sekian banyak faktor pemicu terjadinya krisis kepemimpinan ini disebabkan oleh kacaunya sistem pendidikan. Ketika ganti menteri, maka program dan kurikulumnya turut diganti. Belakangan, pendidikan di Indonesia berorientasi pasar, sehingga hanya menciptakan "budak baru". Selain itu, korupsi masih saja menggerogoti birokrasi pemerintahan. Hal ini menyebabkan kesejahteraan rakyat lenyap oleh tindakan para birokrat tidak bermoral yang hanya mementingkan kelompok dan golongannya sendiri. Sedangkan dalam ranah internasional, dampak globalisasi mempengaruhi pola hidup masyarakat menjadi lebih konsumtif, hedonis, dan materialistik.
Saat ini, pemuda harus mampu tampil ke depan dalam mengisi kemerdekaan dan berupaya membangun negeri menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Untuk itu, diperlukan belajar sejarah guna mengetahui kesalahan yang harus dijadikan cermin untuk menentukan langkah bagi masa depan agar kesalahan yang pernah terjadi tidak menjadi beban yang dapat menghambat kemajuan negara. Kaum terpelajar yang telah terdidik harus bersatu dengan rakyat, memberikan penerangan kepada rakyat dengan rasa senasib sepenanggungan dengan rakyat. Sebab, pada hakekatnya pemuda adalah bagian dari rakyat itu sendiri.
Ki Hajar Dewantoro mengajarkan bahwa sebagai pemuda haruslah memiliki sifat Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Di depan pemuda melakukan perubahan sosial sebagai penggerak. Di tengah, pemuda bahu-membahu mencapai kesejahteraan rakyat. Di belakang, pemuda memberikan semangat dan dorongan kepada rakyat bahwa perubahan dapat tercapai jika bersatu.
Salam aksara,
Patiko
Referensi:
Widyanto, Bram. "Pemuda Dalam Perubahan Sosial". 17 Desember 2018. https://www.usd.ac.id/lembaga/lppm/f1l3/Jurnal%20Historia%20Vitae/vol24no2oktober2010/PEMUDA%20DALAM%20PERUBAHAN%20SOSIAL%20bram%20widyanto.pdf
Alfiani, Seli. "Peran Pemuda Dalam Membangun Negeri". 17 Desember 2018. https://www.jurnalasia.com/opini/peran-pemuda-dalam-membangun-negeri/
Komentar
Posting Komentar